MASA KANAK-KANAK NABI MUHAMMAD SAW
Oleh: Umi Nur Azizah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Nabi Muhammad SAW merupakan suri tauladan atau uswah hasanah bagi
umat islam. Sebagai umat islam kita dituntut untuk mengetahui sejarah-sejarah
tentang Nabi Muhammad SAW. Beliaulah yang pada akhirnya nanti yang akan
menuntun umat fii yaumil kiamah. Ketika baliau sudah menginjak masa
kanak-kanak, beliau tumbuh menjadi sosok yang mengagumkan bagi kaum quraisy.
Beliau tumbuh dengan akhlak yang mulia dibawah asuhan keluarga beliau, serta
dalam lindungan para malaikat juga tentunya Allah Swt.
Namun diera penuh perubahan globalisasi, tuntunan pengetahuan
tentang nabi tersebut terdistorsi dengan adanya pengetahuan modern lainnya.
Terlihat dari bagaimana sikap masyarakat yang acuh terhadap sejarah nabi,
bahkan tidak tahu menahu tentang Nabi Muhammad SAW. Kesemua itu disebabkan akan
hausnya pada keduniawian semata. Maka dari itu pemakalah mengangkat judul “Masa
Kanak-Kanak Nabi Muhammad SAW”. dengan adanya makalah ini diharapkan menjadi
sumber bacaan baik khalayak umum, khususnya pada kalangan pendidik, hendaknya
pendidik menanamkan pengetahuan tentang Nabi Muhammad SAW kepada peserta didik
mulai dini, agar nantinya menjadi umat islam yang tidak lupa diri tentang
perjuangan nabi Muhammad saw.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kelahiran nabi Muhammad SAW?
2.
Bagaimana pengasuhan awal nabi Muhammad SAW?
3.
Bagaimana kisah nabi Muhammad SAW dalam asuhan ibundanya?
4.
Bagaiman kisah nabi Muhammad SAW dalam asuhan kakeknya?
5.
Bagaiman kisah nabi Muhammad SAW dalam asuhan pamannya?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kelahiran
Nabi Muhammad SAW
Pada masa kelahiran
Nabi Muhammad SAW terdapat kejadian yang luar biasa yaitu ada serombongan
pasukan gajah yang dipimpin oleh Raja Abrahah (Gubernur kerajaan Habsyi di
Yaman) hendak menghancurkan ka’bah karena negeri Makkah semakin ramai dan
bangsa Quraisy semakin terhormat dan setiap tahunnya selalu padat umat manusia
untuk haji. Ini membuat Abrahah iri dan Abrahah berusaha membelokkan umat
manusia agar tidak lagi ke Makkah. Abrahah mendirikan gereja besar di Shan’a
yang bernama Al-Qulles namun tak seorangpun mau datang ke gereja itu, Abrahah
marah besar dan akhirnya mengerahkan tentara bergajah untuk menyerang ka’bah.
Didekat Makkah pasukan bergajah merampas harta benda penduduk termasuk 100 ekor
unta Abdul Muthalib.[1]
Abdul
Muthalib tidak menyangka kedatangan utusan Abrahah supaya menghadap ke Abrahah.
Yang pada akhirnya Abdul Muthalib meminta untanya untuk di kembalikan dan
bersedia mengungsi bersama penduduk dan Abdul Muthalib berdo’a kepada Allah
supaya ka’bah diselamatkan. Namun atas kebesaran
Allah, Ka’bah tetap utuh dan tidak dapat dihancurkan oleh Abrahah. Allah
menurunkan burung ababil dari langit untuk menghancurkan pasukan gajah itu.
Burung Ababil tersebut
melemparkan batu-batu yang panas kepada pasukan Abrahah. Seketika itu pula
pasukan Abrahah hancur dan Ka’bah pun selamat. Peristiwa ini diabadikan dalam
Al-Qur’an surah Al-Fill
ayat 1-5.
Tidak jauh dari
peristiwa penyerangan itu, ibunda Nabi Muhammad yang bernama Aminah binti Wahab
akan melahirkan putranya. Pada saat melahirkan, Aminah tidak merasakan sakit
seperti yang dirasakan wanita melahirkan lainnya. Bayi itu pun lahir dengan
tersenyum dan tidak menangis. Selain itu, saat lahir sang bayi pun
mengisyaratkan jarinya ke atas langit.
Setelah itu, Bayi itu pun menelungkupkan mukanya seperti keadaan sujud
kepada Tuhannya. Cahaya yang menentramkan pun hadir menyelimuti proses
kelahiran sang bayi.[2] Nabi Muhammad Saw lahir
di Mekah. Pada hari senin, 12 Rabiulawal tahun Gajah. Bertepatan dengan tanggal
20 April sekitar tahun 570-571 Masehi.[3]
Tahun ketika pangeran atau raja muda Abessinia di
Yaman menggerakkan sepasukan besar tentara termasuk seekor gajah sampai ke
Makkah. Ayah Nabi Muhammad yaitu Abdullah meninggal dunia sebelum ia dilahirkan
dan Nabi Muhammad diasuh oleh kakeknya yaitu Abdul Muthalib.[4]
Sejak lahir, Nabi Muhammad tidak sempat
melihat ayahnya yang bernama Abdullah bin Abdul Muthalib telah meninggal
terlebih dahulu sebelum Muhammad
lahir (Muhammad baru berusia 3 bulan dalam kandungan).[5]. Abdullah meninggal dunia di kota Yasrib (Madinah)
dalam perjalanan berdagang ke Syam. Nabi Muhammad SAW dilahirkan dari keturunan
yang terhormat. Kakeknya bernama Abdul Muthalib merupakan seorang pemuka kaum
Quraisy di Makkah yang paling disegani. Abdul Muthalib dipercaya masyarakat
sebagai penjaga Ka’bah, ia yang diberi hak memegang kunci Ka’bah.
Berikut adalah silsilah Nabi Muhammad SAW
B.
Pengasuhan
Awal Nabi Muhammad SAW
Diantara
kebiasaan orang-orang Arab kota Makkah adalah menyusukan dan menitipkan
bayi-bayi mereka kepada wanita Badiyah (dusun di padang Mesir). Dimaksudkan
agar bayi-bayi itu dapat menghirup hawa segar,terhindar dari penyakit, dan
supaya bayi-bayi itu dapat berbicara dengan bahasa yanag baik dan fasih.
Demikian halnya,
Nabi Muhammad SAW setelah dilahirkan oleh ibunya beliau disusui oleh Tsuwaibah
Al-Islamiyah selama 3 hari setelah penyusuan ibu beliau. Tsuwaibah adalah
pelayan paman Nabi yang bernama Abi Lahab. Kemudian di serahkan oleh ibunya
kepada seorang wanita Badiyah yang bernama “Halimatussa’diyah” dari Bani Sa’ad
kabilah Hawazin.yang tempat tinggalnya tidak jauh dari kota Makkah. Di kampung Bani
Sa’ad inilah Nabi Muhammad diasuh dan dibesarkan. [6]
Halimah As-Sa’diyah merupakan
perempuan desa yang desanya pada waktu itu dilanda kekeringan. Saat desanya
kesusahan itulah, Halimah pergi ke Mekah mencari bayi yang dapat disusuinya.
Harapan Halimah waktu itu adalah menemukan bayi dari anak orang kaya yang akan
memberikan upah yang banyak.
Setelah mencari ke sana
kemari, Halimah tidak menemukan bayi dari kalangan orang kaya. Halimah akhirnya
menemukan bayi Muhammad. Waktu itu Halimah ragu untuk menyusui Muhammad karena
Muhammad bukanlah anak dari orang kaya. Bahkan, Muhammad adalah anak yatim.
Walaupun kakeknya adalah termasuk pemimpin di suku Quraisy, namun kakeknya
tidak mempunyai harta yang melimpah.
Namun,
saat akan menerima bayi Muhammad, terjadilah suatu keajaiban. Air susu Halimah
yang pada saat itu hampir kering, akhirnya penuh dan mengalir dengan deras.
Halimah pun akhirnya menerima Muhammad untuk disusuinya.[7]
Alangkah
bahagianya Halimah mendapat bayi Muhammad. Penghidupan Halimah yang awalnya menderita
dengan keluarganya yang miskin tapi dengan pertolongan Allah SWT setelah Nabi
Muhammad berada disisinya maka penderitaannya hilang keadaan ekomoninya
membaik. Pada mulanya Nabi Muhammad
tinggal dengan Halimah 2 tahun, kemudian dengan permintaan Halimah sendiri Nabi
agar tinggal terus bersama dia. Maka permintaan Halimah ini di perkenankan oleh
Aminah sehingga tinggallah Nabi bersama Halimah selama 4 tahun. [8]
Pada suatu hari,
Muhammad bermain dengan putra Halimah yang merupakan saudara sesusuanya. Saat
bermain, tiba-tiba putra Halimah pulang dengan ketakutan. Putra Halimah pun
menceritakan perihal yang terjadi. Putra Halimah menceritakan bahwa telah ada
dua orang laki-laki yang mendatangi Muhammad. Dua orang itu kemudian
membaringkan Muhammad dan membelah dadanya.
Halimah kemudian
bercerita kepada suaminya. Suaminya pun langsung mencari Muhammad. Muhammad
akhirnya ditemukan dalam keadaan sehat wal afiat. Muhammad pun menceritakan apa
yang terjadi. Muhammad menceritakan bahwa ada dua orang laki-laki yang membelah
dadanya dan mengambil sesuatu dari kalbunya kemudian mengembalikannya lagi.
Peristiwa tersebut tercatat dalam sejarah yang dikenal dengan “peristiwa
pembelahan dada” (Syaqqis sodri). Kedua laki-laki yang membelah dada Muhammad
itu adalah malaikat. Malaikat itu mengeluarkan bagian dari kalbu manusia yang
biasa dihuni oleh setan.[9]
C.
Nabi
Muhammad dalam Asuhan Ibunya
Mula-mula
menurut perjanjian Aminah yang bernama lengkap Aminah binti Whab bin ‘Abdi
Manaf bin Zuhrah bin Kilab dengan Halimah pengasuhnya, Muhammad akan tinggal
bersamanya selama 2 tahun saja setelah itu Halimah harus mengembalikan Muhammad
kepada Aminah. Tetapi, setelah sampai masa perjanjian itu, Halimah masih belum
sampai hati akan berpisah dengan Muhammad yang sangat disayanginya. Halimah
menyayangi Muhammad seperti menyayangi anak kandungnya sendiri. Apalagi
keberkahan hidupnya selama memelihara anak yatim itu, terasa olehnya rahmat
yang diberikan Allah dalam kehidupannya selama ini.
Halimah
berfikiran dalam hatinya “Muhammad pasti saya kembalikan kepada ibunya dan
ibunyapun terlalu menantikan kedatangan anaknya. Tetapi saya akan mengajukan
permohonan kepada Aminah agar saya dapat mengasuhnya selama 2 tahun lagi”. Lalu
diantarkan Muhammad ke rumah Aminah dan diusulkanlah supaya Aminah bermurah
hati untuk melepaskan anaknya kembali dalam asuhannya selama 2 tahun lagi. Dan
usulannya itupun diterima baik oleh Aminah. Maka kembalilah Muhammad dalam
pemeliharaan dan asuhannya Halimah. Setelah sampai waktu 2 tahun itu,
terpaksalah Halimah menyerahkan Muhammad kepada Aminah, walau hatinya masih
berat juga berpisah dengan Muhammad.
Setahun kemudian
setelah Nabi Muhammad berusia kira-kira 6 tahun. Beliau dibawa ibunya ke
Madinah bersama-sama dengan Ummu Aimah. Maksud membawa Nabi ke Madinah ini
bersama untuk memperkenalkan ia kepada keluarga neneknya Bani Najar, dan kedua
berziarah ke makam ayahnya yaitu Abdullah bin ‘Abdul Muthalib Bin Hasyim bin
‘Abdi Manaf bin Quraisy bin Kilab. Kemudian diperlihatkan kepadanya rumah
tempat ayahnya ketika di rawat di waktu sakit sampai meninggal dan pusaran
tempat ayahnya dimakamkan. Ayah nabi meninggal dunia sedang beliau dalam
kandungan ibunya kira-kira 6 bulan dan ada yang berpendapat 3 bulan. Umur ayah
beliau 18 tahun, beliau tidak meninggalkan harta benda yang banyak yang akan
diwarisi oleh putranya, hanya beliau meninggalkan beberapa ekor unta saja.
Mereka tinggal
disana kira-kira 1 bulan. Ketika akan kembali ke Makkah dan baru saja di kampung
Abwa’, tiba-tiba Aminah jatuh sakit sehingga meninggal dan dimakamkan disana
juga. Saat itu betapa sedihnya dan bingungnya Nabi Muhammad SAW menghadapi
musibah atas kematian ibunya itu. Baru beberapa hari saja ia mendengar keluhan
ibunya atas kematian ayahnya yang telah meninggalkannya sewaktu Nabi Muhammad SAW
masih dalam kandungan. Sekarang ibunya telah meninggal pula dihadapan matanya
sendiri. Akibatnya di usia 6 tahun ia tinggal sebatang kara menjadi seorang
yatim piatu.
Jadi, Nabi
tinggal bersama dalam asuhan ibunya hanya 2 tahun. Maka semenjak saat itu pemeliharaannya
diserahkan kepada kakeknya Abdul Muthalib.
D.
Nabi
Muhammad dalam Asuhan Kakeknya
Allah SWT telah
memberikan nama kepada Nabi Muhammad SAW dengan nama “Ahmad” artinya orang yang
lebih terpuji. Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Shaff ayat 6 yang
artinya “ Ingatlah ketika berkata Isa anak Maryam : “Ya Bani Israil,
Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, membenarkan bagi apa yang antara
hadapanmu dan aku memberi kabar suka dengan kedatangan seorang Rasul yang
datang sesudahku nanti yang bernama Ahmad. Maka tatkala datang Nabi Muhammad
SAW membawa keterangan yang nyata mereka berkata ini adalah sihir yang nyata”. Maka
jelaslah nama Nabi Muhammad SAW itu adalah
dua buah nama yaitu “Muhammad”, nama yang diberikan oleh kakeknya dan
“Ahmad” nama yang datang dari Allah SWT.
Dengan kasih
sayang yang diberikan kakeknya itu Nabi Muhammad SAW merasa terhibur dan dapat
melupakan kemalangan nasibnya terhadap kematian ibunya. Keadaan ini tidak
berjalan lama. Sebab, baru saja berselang 2 tahun ia merasa terhibur di bawah
asuhan kakeknya, akan tetapi kakeknya yang baik hati itu meninggal pula pada
usia 80 tahun. Nabi Muhammad SAW pada
waktu itu berusia 8 tahun.
Meninggalnya Abdul Muthalib itu, bukan saja
kemalangan besar bagi Nabi Muhammad SAW
tapi juga merupakan kemalangan bagi segenap penduduk Makkah. Akibat
meninggalnya Abdul Muthalib itu penduduk Makkah kehilangan seorang pembesar dan
pemimpin yang cerdas, bijaksana, berani, dan perwira yang tidak gampang mencari
gantian.
Sesuai dengan
wasiat ‘Abdul Muthalib maka Nabi Muhammad SAW
diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Kesungguhan dia mengasuh Nabi serta
kasih sayang yang di curahkan itu, tidaklah kurang dari apa yang diberikan
kepada anaknya sendiri.
E.
Nabi
Muhammad dalam Pemeliharan Pamannya
Pada waktu kecil
Nabi Muhammad SAW suka mengembala kambing kepunyaannya orang-orang dengan
mendapat upah. Dengan upah tersebut cukup bagi beliau untuk bisa hidup
dengannya. Pekerjaan sehari-hari Abu Thalib adalah berniaga (berdagang). Kemana
saja ia berjalan sering diikuti oleh Nabi, bahkan ketika Abu Thalib pergi
berdagang ke negeri Syam, maka Nabi diajak sertanya. Waktu itu Nabi berumur 12
tahun dan sebagian sejarah mengatakan 9 tahun, sejak itu Nabi Muhammad SAW mulai
belajar berdagang. [10]
Ketika usiannya masih
muda belia, semangat kerja keras dan keuletannya sudah muncul. Di saat
anak-anak seusiannya bermain dengan penuh suka cita, Muhammad dapat bekerja dan
dapat membanggakan pamannya dan orang-orang sekitarnya. Muhammad pun menjadi
anak yang disayangi semua orang yang ada di sekitarnya.
Suatu saat diceritakan
ketika sedang mengembala kambing, Muhammad mendengar suara hiburan. Beliaupun
meminta teman sesama penggembala untuk menjaga ternaknya, sedangkan beliau
hendak melihat tempat suara itu. Ternyata, suara hiburan itu berasal dari pesta
pernikahan. Saat beliau hendak memasuki tempat itu, rasa kantuk yang amat
sangat menghinggapinya sehingga beliau tertidur. Allah telah menjaga Muhammad
untuk tidak menyaksikan hiburan. Saat terbangun, hiburan itu telah berakhir dan
beliau pun kembali ke ternaknya.
Selain membantu Abu
Thalib, Muhammad pun sering membantu yang lainnya. Muhammad suatu hari pernah membantu pamannya
Abbas untuk memindahkan batu-batu kecil di sekitar Ka’bah. Pamannya waktu itu
meminta Muhammad untuk meletakkan sarungnya di pundak agar tidak menghalangi
langkah bekerjanya. Namun, Muhammad tidak melakukannya. Dengan demikian, tidak
ada seseorangpun yang dapat melihat auratnya.
Suatu saat Abu Thalib
hendak berdagang ke negeri Syam beserta rombongan yang lainnya. Abu Thalib tak
kuasa meninggalkan Muhammad. Kemudian, Muhammad pun diajaknya membantu
berdagang di negeri Syam. Selama diperjalanan, keajaiban pun selalu mengikuti
para rombongan dagang Awan selalu menanugi Muhammad ke mana pun Muhammad
berjalan. Dengan demikian, Muhammad tidak merasakan panasnya matahari.
Peristiwa tersebut
disaksikan oleh seorang pendeta Nasrani yang bernama Bahira. Bahira merupakan
pendeta yang sangat memahami injil dan taurat. Bahira pun sangat paham akan
tanda-tanda kehadiran rasul akhir zaman. Bahira kemudian mengundang para
rombongan dagang tersebut untuk makan bersamanya.
Setelah melihat
Muhammad, Bahira mengetahui bahwa ada tanda-tanda kenabian di dalam diri
Muhammad. Kemudian, Bahira menanyakan perihal Muhammad kepada Abu Thalib.
Bahira kemudian bertanya kepada Abu Thalib “Siapakah dia?”
Abu Thalib menjawab,
“Dia anakku”.
“Bukan, dia bukan
anakmu, orang tuannya pastilah telah meninggal”, kata Bahira.
“Memang benar, ayahnya
telah meninggal ketika dia dalam kandungan.
Selanjutnya, ibunya juga meninggal dunia,”jelas Abu Thalib.
Bahira kembali berkata
“sebaiknya kamu bawa kembali anak ini ke negerimu. Jagalah baik-baik dan
waspadalah terhadap orang Yahudi. Sebab, jika orang Yahudi tahu, mereka akan
membunuhnya.
Abu Thalib pun membawa
Muhammad pulang kembali ke Mekah dan menjaganya lebih hati-hati lagi. Abu
Thalib yakin bahwa Muhammad mempunyai kelebihan daripada manusia yang lainnya. [11]
Abu Thalib
mengasuh Nabi hingga menjadi dewasa. Dia pulalah yang melindungi jiwa Nabi
Muhammad SAW, baik ketika masih kanak-kanak maupun setelah menjadi Rasul. oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW sangat sayang terhadap pamannya itu. Abu
Thalib mengatakan bahwa ia tidak pernah berpisah dengan menjadi Nabi Muhammad
SAW dalam usia 8-25 tahun. Dikatakan
juga bahwa Nabi Muhammad SAW tidak
pernah dusta dan tidak pernah melakukan perbuatan Jahiliyyah. Pernah diajak Abu
Thalib untuk pergi mendatangi perayaan di hadapan berhala Hubal dengan
menyembelih hewan. Nabi tidak bersedia dengan menjawab : “Tiap-tiap saya mendekati
sebuah berhala, tampak kepada saya seorang laki-laki putih tinggi berteriak
dengan mengatakan mundur Muhammad, jangan sentuh”. Dengan demikian tiap langkah
yang dikerjakan oleh Nabi sejak kecilnya pasti benar. Karena senantiasa dijaga
dan dibimbing oleh Allah SWT. Beliau benar-benar memiliki akhlak yang mulia
sesuai dengan tugasnya sebagaimana sabdanya yang artinya:
“sesungguhnya
saya diutus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak yang mulia“. (H.R
Baihaki). [12]
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kelahiran
Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad Saw lahir
di Mekah. Pada hari senin, 12 Rabiulawal tahun Gajah. Bertepatan dengan tanggal
20 April sekitar tahun 570-571 Masehi.
Tahun ketika pangeran atau raja muda Abessinia di Yaman menggerakkan sepasukan
besar tentara termasuk seekor gajah sampai ke Makkah. Sejak
lahir, Nabi Muhammad tidak sempat
melihat ayahnya yang bernama Abdullah bin Abdul Muthalib telah meninggal
terlebih dahulu sebelum Muhammad
lahir (Muhammad baru berusia 3 bulan dalam kandungan). Abdullah meninggal dunia di kota Yasrib (Madinah)
dalam perjalanan berdagang ke Syam.
B.
Pengasuhan
Awal Nabi Muhammad SAW
Nabi
Muhammad SAW setelah dilahirkan oleh ibunya beliau disusui oleh Tsuwaibah
Al-Islamiyah selama 3 hari setelah penyusuan ibu beliau. Tsuwaibah adalah
pelayan paman Nabi yang bernama Abi Lahab. Kemudian di serahkan oleh ibunya
kepada seorang wanita Badiyah yang bernama “Halimatussa’diyah” dari Bani Sa’ad kabilah
Hawazin.yang tempat tinggalnya tidak jauh dari kota Makkah. Di kampung Bani
Sa’ad inilah Nabi Muhammad diasuh dan dibesarkan.
C.
Nabi
Muhammad dalam Asuhan Ibunya
Nabi Muhammad
berusia kira-kira 6 tahun. Beliau dibawa ibunya ke Madinah bersama-sama dengan
Ummu Aimah untuk berziaroh ke makam ayahnya. Mereka tinggal disana kira-kira 1
bulan. Ketika akan kembali ke Makkah dan baru saja di kampung Abwa’, tiba-tiba
Aminah jatuh sakit sehingga meninggal dan dimakamkan disana juga.
D.
Nabi
Muhammad dalam Asuhan Kakeknya
Dengan kasih sayang yang diberikan kakeknya itu Nabi
Muhammad SAW merasa terhibur dan dapat melupakan kemalangan nasibnya terhadap
kematian ibunya. Keadaan ini tidak berjalan lama. Sebab, baru saja berselang 2
tahun ia merasa terhibur di bawah asuhan kakeknya, akan tetapi kakeknya yang
baik hati itu meninggal pula pada usia 80 tahun. Nabi Muhammad SAW pada waktu itu berusia 8 tahun.
F.
Nabi
Muhammad dalam Pemeliharan Pamannya
Pekerjaan
sehari-hari Abu Thalib adalah berniaga (berdagang). Kemana saja ia berjalan
sering diikuti oleh Nabi, bahkan ketika Abu Thalib pergi berdagang ke negeri
Syam, maka Nabi diajak sertanya. Waktu itu Nabi berumur 12 tahun dan sebagian
sejarah mengatakan 9 tahun, sejak itu Nabi Muhammad SAW mulai belajar
berdagang. Ketika usiannya masih muda belia,
semangat kerja keras dan keuletannya sudah muncul. Di saat anak-anak seusiannya
bermain dengan penuh suka cita, Muhammad dapat bekerja dan dapat membanggakan
pamannya dan orang-orang sekitarnya. Muhammad pun menjadi anak yang disayangi
semua orang yang ada di sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Rofi’atun, Siti, dkk. Pendidikan
Agama Islam 4. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011.
Herlina, Ida, dkk. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta:
Kementrian Agama Republik Indonesia,
2014.
Istiani, Ani dan Suharta. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas IV SD. Jakarta:
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011.
Watt, W. Montgomery. Muhammad Nabi dan Negarawan. Jakarta: Cv.
Kuning Mas, 1984.
Uay, Zoharudin, dkk. Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa Sekolah
Dasar Kelas IV. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011.
[1] Herlina, Ida. dkk, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta:
Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014), 25.
[2] Zoharudin Uay, Mas Destedy, dkk.
Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa
Sekolah Dasar Kelas IV, (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan,
Kementerian Pendidikan Nasionnal, 2011), 28.
[4] W. Montgomery Watt, Muhammad Nabi dan Negarawan (Jakarta:
Cv. Kuning Mas, 1984), 9.
[5]
Istiani Ani, Suharta, Pendidikan Agama
Islam Untuk Kelas IV SD, (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan,
Kementerian Pendidikan Nasionnal, 2011), 34.
[6] Herlina, Ida. dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, 27.
[7] Zoharudin Uay, Mas Destedy, dkk.
Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa
Sekolah Dasar Kelas IV, 28.
[8] Herlina, Ida. dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, 28.
[9] Zoharudin Uay, Mas Destedy, dkk.
Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa
Sekolah Dasar Kelas IV, 28-29.
[10] Herlina, Ida. dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, 29-31.
[11] Zoharudin Uay, Mas Destedy, dkk.
Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa
Sekolah Dasar Kelas IV, 28-29.
[12]Herlina, Ida. dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, 31-32.