Minggu, 16 September 2018

Sejarah Islam di Indonesia Lengkap



SEJARAH ISLAM DI INDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ilmu Pengetahuan Sosial 2

 
Dosen Pengampu :
Arik Dwijayanto, M. A.
Disusun oleh :
1.      Selviana Dwi Rahayu      (210616080)
2.      Umi Nur Azizah               (210616099)
3.      Muthohiroh                       (210616086)
                                                       
FALKUTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
2017



BAB  1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual di sana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku, di pasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian di jual pada pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi pedagang asing, seperti Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatera, (Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa). Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abd I H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum di taklukkan Portugis (1511), merupakan pusat utama lalu-lintas perdagangan dan pelayaran. Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat, perjalanan laut melintasi Laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang dua. Jalan pertama di sebelah utara menuju Teluk Oman, melalui selat Ormuz, ke teluk Persia. Jalan kedua melalui Teluk Aden dan laut Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan harus melalui daratan ke Kairo dan Iskandariah. Melalui jalan pelayaran Tersebut, kapal-kapal Arab, Persia, dan India mondar-mandir dari Barat ke Timur dan terus ke negeri Cina dengan menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang perginya.Dari berita Cina dapat diketahui bahwa di masa dinasti Tang (abad ke-9-10) orang-orang Ta-Shih sudah ada di kkanton (Kan-fu) dan Sumatera. Ta-Shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yang ketika itu jelas sudah menjadi Muslim. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian Barat dan Timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayyah di bagian barat dan kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Akan tetapi, menurut Taufik Abdullah, belum ada bukti bahwa pribumi Indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagang Muslim itu beragama Islam. Adanya koloni itu, diduga sejauh yang paling bisa dipertanggungjawabkan, ialah para pedagang Arab tersebut, hanya berdiam untuk menunggu musim yang baik bagi pelayaran.
Baru pada zaman-zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula dari penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang Muslim itu. Menjelang abad ke-13 M, masyarakat muslim sudah ada di Samudera Pasai, Perlak, dan Palembang di Sumatera. Di Jawa, makam Fatimah binti maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M), dan Makam-makam Islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13 M merupakan bukti berkembangnya komunitas Islam, termasuk di pusat kekuasaan Hindu-Jawa ketika itu, Majapahit. Namun, sumber sejarah yang sahih yang memberikan kesaksian sejarah yang dapat dipertanggung jawabkan tentang berkembangnya masyarakat Islam di indonesia, baik berupa prasasti dan historiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika ‘’komunitas islam” berubah menjadi pusat kekuasaan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pertumbuhan  dan perkembangan islam di Indonesia?
2.      Bagaimana pengaruh agama islam di Indonesia?




BAB II
PEMBAHASAN

  A.    Pertumbuhan dan  perkembangan Islam di Indonesia
Sejak dahulu bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah dan suka bergaul dengan bangsa lain. Oleh karena itu, banyak bangsa lain yang datang ke wilayah Nusantara untuk menjalin hubungan dagang. Ramainya perdagangan di Nusantara yang melibatkan para pedagang dari berbagai negara disebabkan melimpahnya hasil bumi dan letak Indonesia pada jalur pelayaran dan perdagangan dunia. Pada sekitar abad ke-7, Selat Malaka telah dilalui oleh pedagang Islam dari India, Persia, dan Arab dalam pelayarannya menuju negara-negara di Asia Tenggara dan Cina. Melalui hubungan perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan Islam masuk ke wilayah Indonesia. Pada abad ke-9, orang-orang Islam mulai bergerak. Sejak dahulu bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah dan suka bergaul dengan bangsa lain. Oleh karena itu, banyak bangsa lain yang datang ke wilayah Nusantara untuk menjalin hubungan dagang. Ramainya perdagangan di Nusantara yang melibatkan para pedagang dari berbagai negara disebabkan melimpahnya hasil bumi dan letak Indonesia pada jalur pelayaran dan perdagangan dunia. Pada sekitar abad ke-7, Selat Malaka telah dilalui oleh pedagang Islam dari India, Persia, dan Arab dalam pelayarannya menuju negara-negara di Asia Tenggara dan Cina. Melalui hubungan perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan Islam masuk ke wilayah Indonesia. Pada abad ke-9, orang-orang Islam mulai bergerak mendirikan perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang.dirikan perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang. Waktu kedatangan Islam di Indonesia masih ada perbedaan pendapat. Sebagian ahli menyatakan bahwa agama Islam itu masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-8 Masehi. Pendapat itu didasarkan pada berita dari Cina zaman Dinasti T’ang yang menyebutkan adanya orang-orang Ta Shih (Arab dan Persia) yang mengurungkan niatnya untuk menyerang Ho Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).[1]
Sebagian ahli yang lain menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia baru abad ke-13. Pernyataan ini didasarkan pada masa runtuhnya Dinasti Abbassiah di Bagdad (1258) serta berdirinya kerajaan Pasai.Di abad ini di Perlak sudah ada pemukiman muslim karena saudagar muslim pertama kali singgah di daerah itu setelah mengadakan pelayaran jauh dari sebelah barat dan ditempat itu juga saudagar menunggu waktu untuk memulai pelayaran kearah barat menuju ke negerinya.
            Riwayat kerajaan menyebutkan bahwa terjadi perkawinan antara saudagar dengan putri setempat, keturunan menjadi pendiri kerajaan islam. Putri Campa yang muslimah kawin dengan putra mahkota raja Majapahit dan melahirkan pendiri kerajaan Demak, kerajaan islam dijawa. Maulana Ishak mengawini putri Blambangan melahirkan Sunan Giri. Ketika kerajaan Samudra Pasai mulai berdiri, perkembangan islam semakin meluas. Samudra Pasai sebagai kerajaan islam pertama yang mempunyai kekuatan politik dan mempunyai hubungan Internasional menjadi pusat politik islam, dakwah islam dan ekonomi umat Islam.[2]  
Pengertian proses masuk dengan berkembangnya agama Islam di Indonesia, seperti berikut:
1. masa kedatangan Islam (kemungkinan sudah terjadi sejak abad ke-7 sampai 
    dengan abad ke-8 Masehi);
2. masa penyebaran Islam (mulai abad ke-13 sampai dengan abad ke-16
    Masehi, Islam menyebar ke berbagai penjuru pulau di Nusantara);
3. masa perkembangan Islam (mulai abad ke-15 Masehi dan seterusnya melalui
    kerajaan-kerajaan Islam).
Penyebaran islam masih relative di kota pelabuhan. Saat itu pedagang ulama-ulama guru tarekat (wali di jawa) dengan murid mereka ikut berperan dalam penyebaran islam.  Saat itu juga diwarnai engan aspek tasawuf dengan sgala penafsiran mistiknya terhadap islam dalam beberapa segi trentu cocok untuk latar belakang masyarakat setempat yang diipengaruhi arketisme Hindu Budha dan sinkretisme  kepercayaan local.
            Penyebaran islam terjadi ketika VOC menjadi penguasa di Indonesia.pada abad ke-17 VOC menjadi kekuatan yang ikut bersaing dalam kompetisi dagang dan politik di kerajaan islam Nusantara.tapi pada abad ke-18 VOC tampil sebagai pemegang hegemoni poitik di jawa dengan tejadinya perjanjian Giyanti tahun 1755yang memecah Mataram menjadi dua yaitu Surakarta dan Jogjakarta. Karena pada saat itu VOC ikut campur tangan dalam terhadap keratin dengan masalah keagamaan maka ulama mengadakan perlawanan sambil memobilitasi petani membentuk pesantren dan melawan colonial seperti kasus Syaikh Yusuf Al-Makassari. Pada abad ke-20 ketika terjadi liberalisasi kebijakan pemerintahan Belanda, Belanda mengalami deficit yang tinggi akibat menanggulangi tiga perang besar yaitu perang Diponegoro, perang Paderi dan perang Aceh, Belanda mengangkat Jendral Van Den Bosch menjadi gubernur yang bertugas untuk meningkatkan produktifitas. Van De Bosch memperkenalkan system tanam paksa (cultuur stelsel) yang mengharuskan petani membayar pajak dalam bentuk hasil pertanian yang dipaksakan. System ekonomi liberal dimulai pada tahun 1870. Pada saat itu kekuasaan elit local merosot hanya sebagai mandor penanaman. Untuk memenuhi kebutuhan Belanda maka dibangunlah prasarana fisik, perkebunan, irigasi, transportasi, pelabuhan dan juga sarana pendidikan. Kondisi ini menimbulkan orientasi potilik etis tahun 1901 dengan slogan liberal : meningkatkan kemakmuran dan kemajuan rakyat tanah jajahan. Bersama dengan usaha politik etis dilancarkan upaya menjinakkan islam agar tidak tampil menjadi pengancam kekuasaan. Muncul di dunia Internasional islam dinamika berupa kosmopolitanisme(rasa satu dunia)yang mula-mula tumbuh di timur tengah dan kemudian mengilhami munculnya dinamika islam di Indonesia.
            Saat itu terjadi kegoncangan dan meletusnya menjadikan perang kelanjutan dari gerakan protes maka para ulama tampil menjadi pemimpin gerakan melawan Belanda dan birokrat tradisional.diantar gerakan protes rakyat jawa adalah gerakan Syarif Prawirosentono alias Amat Sleman di Yogya (1840), gerakan Kyai Hasan Maulana di Cirebon(1842), gerakan Amat Hasan di Rembang(1846), gerakan Rifa’iayah di Kalisasak, batang(1850), gerakan Cilego (1888). Peran ulama dengan pesantrnnya semakin meluas ke pedalaman dengan membuka pesantren-pesantren baru, pemukiman baru, islamisasi lebih lanjut. Disamping itu mengirim murid-murid ke jawa tengah untuk memperdalam agama, dan ketika para santri pulang dan membawa pemikiran baru mereka telah menjadi ulama muda yang mendirikan organisasi di perkotaan. Saat rakyat tani mulai gelisah, islam kembali lagi menjadi tumpuan harapan. Mereka membuat gerakan untuk melawan Belanda namun gagal. Muncul harapan baru bagi ulama yang membuat organisasi di perkotaan dengan ruang lingkup nasional. Penyebaran islamn yang dahulu hanya dilaksanakan atas harapan yang berwatak religio-magisntelah diganti dengan organisasi yang mempunyai ideology yang merupakan perumusan strategi dan sistematis dari aspirasi islam. Dalam konteks ini islam merupakan peletak dasar bagi nasionalisme Indonesia.
Terdapat berbagai pendapat pula mengenai negeri asal pembawa agama serta kebudayaan Islam ke Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa kebudayaan dan agama Islam datang dari Arab, Persia, dan India (Gujarat dan Benggala). Akan tetapi, para ahli menitikberatkan bahwa golongan pembawa Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat (India Barat). Hal itu diperkuat dengan bukti-bukti sejarah berupa nisan makam, tata kehidupan masyarakat, dan budaya Islam di Indonesia yang banyak memiliki persamaan dengan Islam di Gujarat. Pembawanya  adalah para pedagang, mubalig, dan golongan ahli tasawuf. Ketika Islam masuk melalui jalur perdagangan, pusat-pusat perdagangan dan pelayaran di sepanjang pantai dikuasai oleh raja-raja daerah, para bangsawan, dan penguasa lainnya, misalnya raja atau adipati Aceh, Johor, Jambi, Surabaya, dan Gresik. Mereka berkuasa mengatur lalu lintas perdagangan dan menentukan harga barang yang diperdagangkan. Mereka itu yang mula-mula melakukan hubungan dagang dengan para pedagang muslim. Lebih-lebih setelah suasana politik di pusat Kerajaan Majapahit mengalami kekacauan, raja-raja daerah dan para adipati di pesisir ingin melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Oleh karena itu, hubungan dan kerja sama dengan pedagang-pedagang muslim makin erat. Dalam suasana demikian, banyak raja daerah dan adipati pesisir yang masuk Islam. Hal itu ditambah dengan dukungan dari pedagang-pedagang Islam sehingga mampu melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Setelah raja-raja daerah, adipati pesisir, para bangsawan, dan penguasa pelabuhan masuk Islam rakyat di daerah itu pun masuk Islam, contohnya Demak (abad ke-15), Ternate (abad ke-15), Gowa (abad ke-16), dan Banjar (abad ke-16). Proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia berlangsung secara bertahap dan dilakukan secara damai sehingga tidak menimbulkan ketegangan sosial.
Cara penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia melalui berbagai saluran berikut ini.
1.  Saluran Perdagangan
Saluran yang digunakan dalam proses islamisasi di Indonesia pada awalnya melalui perdagangan. Hal itu sesuai dengan perkembangan lalu lintas pelayaran dan perd- agangan dunia yang ramai mulai abad ke-7 sampai dengan abad ke- 16, antara Eropa, Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan Cina. Proses islami-sasi melalui saluran perdagangan ini dipercepat oleh situasi politik beberapa kerajaan Hindu pada saat itu, yaitu adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat di Majapahit. Pedagang-pedagang muslim itu banyak menetap di kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan muslim. Salah satu contohnya adalahPekojan.
2.
Saluran perkawinan
 Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin baik. Para pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para pedagang itu kemudian menikahi gadis-gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk Islam. Cara itu pun tidak mengalami kesulitan. Saluran islamisasi lewat perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila para saudagar atau ulama Islam berhasil menikah dengan anak raja atau adipati. Kalau raja atau adipati sudah masuk Islam, rakyatnya pun akan mudah diajak masuk Islam. Misalnya, perkawinan Maulana Iskhak dengan putri Raja Blambangan yang melahirkan Sunan Giri; perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ngampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon; perkawinan putri Adipati Tuban (R.A. Teja) dengan Syekh Ngabdurahman (muslim Arab) yang melahirkan Syekh Jali (Jaleluddin).
3. Saluran Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan hal-hal magis. Oleh karena itu, para ahli tasawuf biasanya mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan menyembuhkan. Kedatangan ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-13, yaitu masa perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari Persia dan India yang sudah beragama Islam.
Bersamaan dengan perkembangan tasawuf, para ulama dalam mengajarkan agama Islam di Indonesia menyesuaikan dengan pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada agama Hindu dan Buddha sehingga mudah dimengerti. Itulah sebabnya, orang Jawa begitu mudah menerima agama Islam. Tokoh-tokoh tasawuf yang terkenal, antara lain Hamzah Fansyuri, Syamsuddin as Sumatrani, Nur al Din al Raniri, Abdul al Rauf, Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar, dan Sunan Panggung.
4.
Saluran Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam yang paling tua adalah pesantren. Murid-muridnya (santri) tinggal di dalam pondok atau asrama dalam jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya. Pengajarnya adalah para guru agama (kiai atau ulama). Para santri itu jika sudah tamat belajar, pulang ke daerah asal dan mempunyai kewajiban mengajarkan kembali ilmunya kepada masyarakat di sekitar. Dengan cara itu, Islam terus berkembang memasuki daerah-daerah terpencil.
Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel di Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku (daerah Hitu). Raja-raja dan keluarganya serta kaum bangsawan biasanya mendatangkan kiai atau ulama untuk menjadi guru dan penasihat agama. Misalnya, Kiai Ageng Selo adalah guru Jaka Tingkir; Kiai Dukuh adalah guru Maulana Yusuf di Banten; Maulana Yusuf adalah penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Saluran Seni Budaya
Berkembangnya agama Islam dapat melalui seni budaya, misalnya seni bangunan (masjid), seni pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni sastra. Seni bangunan masjid, mimbar, dan ukir-ukirannya masih menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia–Hindu, seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Hal itu dapat dijumpai di Masjid Agung Demak, Masjid Sendang Duwur Tuban, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten, Masjid Baiturrahman Aceh, dan Masjid Ternate. Pintu gerbang pada kerajaan Islam atau makam orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi bentar dan kori agung. Begitu pula, nisan-nisan makam kuno di Demak, Kudus, Cirebon, Tuban, dan Madura menunjukkan budaya sebelum Islam. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam tidak meninggalkan seni budaya masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut memeliharanya. Seni budaya yang tetap dipelihara dalam rangka proses islamisasi itu banyak sekali, antara lain perayaan Garebek Maulud (Sekaten) di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.
Islamisasi juga dilakukan melalui pertunjukkan wayang yang telah dipoles dengan unsur-unsurIslam. Menurut cerita, Sunan Kalijaga juga pandai memainkan wayang. Islamisasi melalui sastra ditempuh dengan cara menyadur buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad ke dalam bahasa pergaulan (Melayu).
6. Saluran Dakwah

Gerakan penyebaran Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan peranan Wali Songo. Istilah wali adalah sebutan bagi orang-orang yang sudah mencapai tingkat pengetahuan dan penghayatan agama Islam yang sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan agama tersebut. Oleh karena itu, para wali menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga mendapat gelar Waliullah (orang yang sangat dikasihi Allah). Sesuai dengan zamannya, wali-wali itu juga memiliki kekuatan magis karena sebagian wali juga merupakan ahli tasawuf.
Para Wali Sanga yang berjuang dalam penyebaran agama Islam di berbagai daerah di Pulau Jawa adalah sebagai berikut.
  • Maulana Malik Ibrahim
  • Sunan Ampel
  • Sunan Drajad
  • Sunan Bonang
  • Sunan Giri
  • Sunan Kalijaga
  • Sunan Kudus
  • Sunan Muria
  • Sunan Gunung Jati[3]
  B.     Pengaruh masuknya islam di Indonesia
    1.    Pengaruh Penyebaran Islam di Bidang Politik

Seperti yang kita tahu, penyebaran budaya Islam di Indonesia berlangsung secara damai. Islam berkembang lewat perantaraan bahasa Arab. Pada perkembangannya, terjadi proses saling pengaruh antara Islam yang sudah terakulturasi dengan budaya lokal dengan Islam yang baru masuk dari wilayah Timur Tengah. Maka dari itu pengaruh penyebaran Islam di bidang Politik antara lain :
a.       Sistem pemerintahan masih berbentuk kerajaan tetapi namanya berubah menjadi                                                                                                  Kesultanan.
b.      Raja berganti gelar Menjadi Sultan
c.       Para Pemimpinnya di sebut Khalifa

        Adapun pengaruh yang dapat terlihat akibat perkembangan agama Islam di Indonesia dalam bidang Sosial Politik Dalam bidang sosial politik, perkembangan agama Islam membuat letak geografis kota-kota yang mejadi pusat kerajaan berada diwilayah atau muara sungai yang besar seperti Samudera Pasai, Pidie, Aeh, Demak, Banten, Ternate, Goa dan Makasar merupakan pusat kerajaan yang bercorak maritime
        Dengan demikian, masyarakatnya lebih menggantungkan kehidupan pada perdagangan sementara untuk kekuatan militernya dititikberatkan pada angkatan laut. Dari segi tata kota, umumnya ota-kota di atas terdiri dari tempat peribadatan (masjid), pasar, tempat tinggal penguasa (kraton) serta perkampungan penduduk. Perkampungan penduduk itu sendiri terbagi berdasarkan status social ekonomi, keagamaan, kekuasaan dalam pemerintahan. Umumnya, perkampungan untuk pedagang asing ditentukan oleh penguasa kota. Adapun perkampungan-perkampungan yang ada diberi nama berdasarkan fungsi dalam pemerintahan. Dalam kehidupan pendudukan, masyarakat kota-kota kerjaan Islam itu terbagi juga dalam stratifikasi, yaitu sebagai berikut
  1. Golongan raja dan keluarga. Mereka ini adalah golongan penguasa. Umumnya, para penguasa Islam ini menggunakan gelar sultan. Gelar sultan sendiri dipakai untuk pertama kali di Indonesia oleh Sultan Malik As-Saleh.
  2. Golongan elit, yaitu kelompok lapisan atas. Mereka ini terdiri atas golongan tentara, ulama dan para saudagar. Dalam golongan ini, kaum ulama merupakan kelompok yang menempati peran yang sangat penting. Di antara mereka terdapat orang-orang yang dianggap wali yang menjadi penasehat para sultan.
  3. Golongan orang kebanyakan. Mereka ini merupakan lapisan masyarakat yang terbesar. Golongan ini dalam masyarakat Jawa disebut wong cilik. Mereka terdiri atas para pedagang, petani, tukang, nelayan serta pejabat rendahan.
 4. Golongan budak. Mereka ini umumnya berkerja dilingkungan istana maupun bangsawan. Umumnya mereka berkerja di lingkungan ini karena mereka tidak mampu mebayar hutang dan tawanan perang. Dalam system birokrasi pemerintahan Islam, seorang pemimpin negara juga merangkap sebagai pemimpin agama.
  2.    Pengaruh Penyebaran Islam di Bidang Sosial dan Budaya

Hindu Budha lebih dulu masuk di Nusantara daripada Islam, namun dengan mudahnya Islam dapat masuk dan membaur di antara masyarakat Indonesia. Hal ini di karena kan Islam masuk secara damai, sehingga kaum Pribumi dengan mudahnya dapat menerima ajara Islam. Akan tetapi karena Kebudayaan yang berkembang di masyarakat Indonesia begitu kuat ,maka berkembangnya kebudayaan islam tidak menggantikan atau memusnahkan kebudayaan yang sudah ada. Hingga terjadilah Akulturasi Budaya, antara kebudayaan Pra-Islam dengan Kebudayaan Islam.
Contoh Pengaruh Islam di bidang sosial dan budaya:

a.       Seni Bangunan
Seni dan arsitektur bangunan islam di Indonesia sangatlah unik dan akulturatif. Seni bangunan yang merupakan ciri khas Islam adalah Masjid dan Makam.
1)      Masjid merupakan tempat ibadah bagi orang-orang yang beragama islam. Bangunan masjid merupakan contoh akulturasi antara kebudayaan islam dan kebudayaan nenek moyang. Oleh sebab itu masjid yang berada di indonesia berbeda dengan masjid yang berada di negara lain. Contohnya adalah bentuk nya yang menyerupai bangunan candi,yang merupakan budaya nenek moyang. Selain itu masjid di indonesia jarang yang memiliki menara sebagai tempat mengumandangkan adzan, hal ini karena di gantikan oleh bedhug atau kentongan sebagai pertanda waktu sholat, baru kemudian adzan di kumandangkan.
2)      Makam adalah adalah lokasi dikebumikannya jasad seseorang pasca meninggal dunia. Setelah pengaruh Islam, makam seorang berpengaruh tidak lagi diwujudkan ke dalam bentuk candi melainkan sekadar cungkup. Lokasi tubuh dikebumikan ini ditandai pula batu nisan. Nisan merupakan bentuk penerapan Islam di Indonesia. Nisan Indonesia bukan sekadar batu, melainkan terdapat ukiran penanda siapa orang yang dikebumikan

b.       Aksara dan Seni Sastra
Dalam aksara Islam terkenal dengan tulisan kaligrafi arab bahkan tulisan kaligrafi di abadikan dalam seni ukir. Dan dalam seni sastra, islam meninggalkan beberapa jenis sastra,antara lain:
1)      Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita sejarah ataupun dongeng,yang ditulis dalam bentuk karangan atau prosa. Contohnya: Hikayat Iskandar Zulkarnain,Hikayat si Miskin,Hikayat 1001 Malam.
2)      Suluk merupakan karya sastra yang berupa kitab-kitab dan isinya menjelaskan tasawufnya. Contohnya : Suluk sukarsa, Suluk Wujil, dan Suluk malang sumirang.
3. Kesenian
a.       Wayang pertunjukan wayang sudah ada dejak zaman Hindu-Budha ,akan tetapi pada zaman islam kesenian ini terus di kembangkan sebagai sarana untuk berdakwah. Kemudian dari cerita Amir Hamzah muncullhah Wayang Golek.
b.      Permainan Debus merupakan tarian yang pada puncak acara, para penari menusukan benda tajam ketubuhnya tanpa meninggalkan luka. Tarian ini di awali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Al-Quran dan Sholawat Nabi.[4]

Pada abad ke 7 islam belum menyebar luas secara seluruh  penjuru  Nusantara, karena pengaruh agama budha masih memegang peranan dikerajaan sriwijaya terutama dalam kehidupan sosial, politik, perekonomian, dan kebudayaan. Dalam kondisi seperti ini pedagang-pedagang islam memanfaatkan politiknya dengan mendukung daerah-daerah yang muncul dan menyatakan diri sebagai kerajaan yang bercorak islam. Mereka tidak hanya membangun perkampungan pedagang yang bersifat ekonomis, tapi juga membentuk strukturpemerintahan yang dikehendaki. Misalnya kerajaan samudra pasai abad ke-13 muncul karena dukungan komunitas muslim, juga tidak terlepas dari melemahnya kondisi politik kerajaan sriwijaya yang kurang mampu mengendalikan dan menguasai daerahnya.
 Dengan ini menunjukan bahwa islam, baik sebagai kekuatan sosial, agama maupun sebagai kekuatan sosial-politik, pertama-tama memperlihatkan dirinya dinusantara ini adalah di negri Perlak. Dari negri inilah, pertamakali islam memancar ke plosok tanah air Indonesia. Kerajaan islam perlak terus hidupmerdeka sampai dipersatukannya dengan kerajaan samudra Pasai pada zaman pemerintahan sultan Muhammad Malik AD-Dzair ibn Al-Malik ash-Soleh. Samudra pasai merupakan kerajaan yang menjadi dasar negarahnya islam ahlu sunnah wal jamaah. Negri ini makmur dan kaya didalamnya telah terdapat sistem pemerintahan yang teratur, seperti terdapatnya angkatan tentara laut dan darat. Negri ini merupakan pusat setudi agama islam dan tempat berkumpul ulama-ulama dari berbagai negri islam untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan keduniawian.[5]
Penyebaran islam dipulau jawa disebarkan oleh para wali sembilan, sebagaian besar dari wali tersebut dikenal dengan nama tempat kediamannya atau tempat makamnya seperti sunan gunung jati dan sunan kali jaga. Pada abad ke-16 dapat dikatakan bahwa islam telah menyebar merata diseluruh plosok tanah air dan bersamaan itu kristen aliran katolik menyebarkan misionarinya.[6]







DAFTAR  PUSTAKA


Putri Nursadrina Fildzasari. 2004. Pengaruhpenyebaran islam di Indonesia.   http://bloggerputripunya.blogspot.co.id/2014/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
(
Diakses 30 maret 2017 pukul 09:30)

Sunanto, Musyarifah. Sejarah Peradapan Islam Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2012.

Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: PUSTAKA SETIA. 2008.

Suryandari. Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen     Pendidikan Nasional. 2007.

Yudi Prahara, Erwin. MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2009.



[1] Suryandari.. Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional,  2007), 32-35.

[2] Musyarifah Sunanto, Sejarah Peradapan Islam Indonesia (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), 22-24.
[3] Suryandari. 2007. Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
[4] Putri Nursadrina Fildzasari. 2004. Pengaruhpenyebaran islam di Indonesia.   http://bloggerputripunya.blogspot.co.id/2014/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
(Diakses 30 maret 2017 pukul 09:30)
        [5] Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: PUSTAKA SETIA, 2008),  193-195.
        [6] Erwin Yudi Prahara, MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Ponorogo: STAIN po PRESS, 2009), 399.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar