Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Ilmu Pengetahuan Sosial 2”
Dosen Pengampu :
Arik Dwijayanto, M. A.
Disusun oleh :
1.
Selviana Dwi Rahayu (210616080)
2.
Umi
Nur Azizah (210616099)
3.
Muthohiroh (210616086)
FALKUTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
2017
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar
yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada
rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai
daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka
sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena
hasil bumi yang dijual di sana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah
lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang
berasal dari Maluku, di pasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian di jual
pada pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa antara
abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi pedagang asing, seperti Lamuri (Aceh),
Barus dan Palembang di Sumatera, (Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa).
Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai
kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abd I H), ketika Islam
pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum di taklukkan
Portugis (1511), merupakan pusat utama lalu-lintas perdagangan dan pelayaran.
Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara
dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat, perjalanan laut melintasi Laut Arab.
Dari sana perjalanan bercabang dua. Jalan pertama di sebelah utara menuju Teluk
Oman, melalui selat Ormuz, ke teluk Persia. Jalan kedua melalui Teluk Aden dan
laut Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan harus melalui daratan ke Kairo
dan Iskandariah. Melalui jalan pelayaran Tersebut, kapal-kapal Arab, Persia,
dan India mondar-mandir dari Barat ke Timur dan terus ke negeri Cina dengan
menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang perginya.Dari
berita Cina dapat diketahui bahwa di masa dinasti Tang (abad ke-9-10)
orang-orang Ta-Shih sudah ada di kkanton (Kan-fu) dan Sumatera. Ta-Shih adalah
sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yang ketika itu jelas sudah menjadi
Muslim. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional
antara negeri-negeri di Asia bagian Barat dan Timur mungkin disebabkan oleh
kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayyah di bagian barat dan kerajaan
Sriwijaya di Asia Tenggara. Akan tetapi, menurut Taufik Abdullah, belum ada
bukti bahwa pribumi Indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh para
pedagang Muslim itu beragama Islam. Adanya koloni itu, diduga sejauh yang
paling bisa dipertanggungjawabkan, ialah para pedagang Arab tersebut, hanya
berdiam untuk menunggu musim yang baik bagi pelayaran.
Baru
pada zaman-zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula dari
penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang Muslim itu. Menjelang abad ke-13 M,
masyarakat muslim sudah ada di Samudera Pasai, Perlak, dan Palembang di
Sumatera. Di Jawa, makam Fatimah binti maimun di Leran (Gresik) yang berangka
tahun 475 H (1082 M), dan Makam-makam Islam di Tralaya yang berasal dari abad
ke-13 M merupakan bukti berkembangnya komunitas Islam, termasuk di pusat
kekuasaan Hindu-Jawa ketika itu, Majapahit. Namun, sumber sejarah yang sahih
yang memberikan kesaksian sejarah yang dapat dipertanggung jawabkan tentang
berkembangnya masyarakat Islam di indonesia, baik berupa prasasti dan
historiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika ‘’komunitas
islam” berubah menjadi pusat kekuasaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan islam di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh agama islam di
Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia
Sejak dahulu
bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah dan suka bergaul dengan
bangsa lain. Oleh karena itu, banyak bangsa lain yang datang ke wilayah
Nusantara untuk menjalin hubungan dagang. Ramainya perdagangan di Nusantara
yang melibatkan para pedagang dari berbagai negara disebabkan melimpahnya hasil
bumi dan letak Indonesia pada jalur pelayaran dan perdagangan dunia. Pada
sekitar abad ke-7, Selat Malaka telah dilalui oleh pedagang Islam dari India,
Persia, dan Arab dalam pelayarannya menuju negara-negara di Asia Tenggara dan
Cina. Melalui hubungan perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan Islam masuk
ke wilayah Indonesia. Pada abad ke-9, orang-orang Islam mulai bergerak. Sejak
dahulu bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah dan suka bergaul
dengan bangsa lain. Oleh karena itu, banyak bangsa lain yang datang ke wilayah
Nusantara untuk menjalin hubungan dagang. Ramainya perdagangan di Nusantara
yang melibatkan para pedagang dari berbagai negara disebabkan melimpahnya hasil
bumi dan letak Indonesia pada jalur pelayaran dan perdagangan dunia. Pada
sekitar abad ke-7, Selat Malaka telah dilalui oleh pedagang Islam dari India,
Persia, dan Arab dalam pelayarannya menuju negara-negara di Asia Tenggara dan
Cina. Melalui hubungan perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan Islam masuk
ke wilayah Indonesia. Pada abad ke-9, orang-orang Islam mulai bergerak
mendirikan perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang.dirikan
perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang. Waktu kedatangan Islam di Indonesia
masih ada perbedaan pendapat. Sebagian ahli menyatakan bahwa agama Islam itu
masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-8 Masehi. Pendapat itu
didasarkan pada berita dari Cina zaman Dinasti T’ang yang menyebutkan adanya
orang-orang Ta Shih (Arab dan Persia) yang mengurungkan niatnya untuk menyerang
Ho Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).[1]
Sebagian ahli yang lain menyatakan
bahwa Islam masuk ke Indonesia baru abad ke-13. Pernyataan ini didasarkan pada
masa runtuhnya Dinasti Abbassiah di Bagdad (1258) serta berdirinya kerajaan
Pasai.Di abad ini di Perlak sudah ada pemukiman muslim karena saudagar muslim
pertama kali singgah di daerah itu setelah mengadakan pelayaran jauh dari
sebelah barat dan ditempat itu juga saudagar menunggu waktu untuk memulai
pelayaran kearah barat menuju ke negerinya.
Riwayat
kerajaan menyebutkan bahwa terjadi perkawinan antara saudagar dengan putri
setempat, keturunan menjadi pendiri kerajaan islam. Putri Campa yang muslimah
kawin dengan putra mahkota raja Majapahit dan melahirkan pendiri kerajaan
Demak, kerajaan islam dijawa. Maulana Ishak mengawini putri Blambangan melahirkan
Sunan Giri. Ketika kerajaan Samudra Pasai mulai berdiri, perkembangan islam
semakin meluas. Samudra Pasai sebagai kerajaan islam pertama yang mempunyai
kekuatan politik dan mempunyai hubungan Internasional menjadi pusat politik
islam, dakwah islam dan ekonomi umat Islam.[2]
Pengertian proses masuk dengan berkembangnya
agama Islam di Indonesia, seperti berikut:
1. masa kedatangan Islam (kemungkinan sudah terjadi sejak abad ke-7 sampai
1. masa kedatangan Islam (kemungkinan sudah terjadi sejak abad ke-7 sampai
dengan abad ke-8 Masehi);
2. masa penyebaran Islam (mulai abad ke-13 sampai dengan abad ke-16
Masehi, Islam menyebar ke berbagai penjuru pulau di Nusantara);
3. masa perkembangan Islam (mulai abad ke-15 Masehi dan seterusnya melalui
kerajaan-kerajaan Islam).
2. masa penyebaran Islam (mulai abad ke-13 sampai dengan abad ke-16
Masehi, Islam menyebar ke berbagai penjuru pulau di Nusantara);
3. masa perkembangan Islam (mulai abad ke-15 Masehi dan seterusnya melalui
kerajaan-kerajaan Islam).
Penyebaran
islam masih relative di kota pelabuhan. Saat itu pedagang ulama-ulama guru
tarekat (wali di jawa) dengan murid mereka ikut berperan dalam penyebaran
islam. Saat itu juga diwarnai engan
aspek tasawuf dengan sgala penafsiran mistiknya terhadap islam dalam beberapa segi
trentu cocok untuk latar belakang masyarakat setempat yang diipengaruhi
arketisme Hindu Budha dan sinkretisme
kepercayaan local.
Penyebaran islam terjadi ketika VOC
menjadi penguasa di Indonesia.pada abad ke-17 VOC menjadi kekuatan yang ikut
bersaing dalam kompetisi dagang dan politik di kerajaan islam Nusantara.tapi
pada abad ke-18 VOC tampil sebagai pemegang hegemoni poitik di jawa dengan
tejadinya perjanjian Giyanti tahun 1755yang memecah Mataram menjadi dua yaitu
Surakarta dan Jogjakarta. Karena pada saat itu VOC ikut campur tangan dalam
terhadap keratin dengan masalah keagamaan maka ulama mengadakan perlawanan
sambil memobilitasi petani membentuk pesantren dan melawan colonial seperti
kasus Syaikh Yusuf Al-Makassari. Pada abad ke-20 ketika terjadi liberalisasi
kebijakan pemerintahan Belanda, Belanda mengalami deficit yang tinggi akibat
menanggulangi tiga perang besar yaitu perang Diponegoro, perang Paderi dan
perang Aceh, Belanda mengangkat Jendral Van Den Bosch menjadi gubernur yang
bertugas untuk meningkatkan produktifitas. Van De Bosch memperkenalkan system
tanam paksa (cultuur stelsel) yang
mengharuskan petani membayar pajak dalam bentuk hasil pertanian yang
dipaksakan. System ekonomi liberal dimulai pada tahun 1870. Pada saat itu
kekuasaan elit local merosot hanya sebagai mandor penanaman. Untuk memenuhi
kebutuhan Belanda maka dibangunlah prasarana fisik, perkebunan, irigasi,
transportasi, pelabuhan dan juga sarana pendidikan. Kondisi ini menimbulkan
orientasi potilik etis tahun 1901 dengan slogan liberal : meningkatkan
kemakmuran dan kemajuan rakyat tanah jajahan. Bersama dengan usaha politik etis
dilancarkan upaya menjinakkan islam agar tidak tampil menjadi pengancam
kekuasaan. Muncul di dunia Internasional islam dinamika berupa
kosmopolitanisme(rasa satu dunia)yang mula-mula tumbuh di timur tengah dan
kemudian mengilhami munculnya dinamika islam di Indonesia.
Saat itu terjadi kegoncangan dan
meletusnya menjadikan perang kelanjutan dari gerakan protes maka para ulama
tampil menjadi pemimpin gerakan melawan Belanda dan birokrat tradisional.diantar
gerakan protes rakyat jawa adalah gerakan Syarif Prawirosentono alias Amat
Sleman di Yogya (1840), gerakan Kyai Hasan Maulana di Cirebon(1842), gerakan
Amat Hasan di Rembang(1846), gerakan Rifa’iayah di Kalisasak, batang(1850),
gerakan Cilego (1888). Peran
ulama dengan pesantrnnya semakin meluas ke pedalaman dengan membuka
pesantren-pesantren baru, pemukiman baru, islamisasi lebih lanjut. Disamping
itu mengirim murid-murid ke jawa tengah untuk memperdalam agama, dan ketika
para santri pulang dan membawa pemikiran baru mereka telah menjadi ulama muda
yang mendirikan organisasi di perkotaan. Saat rakyat tani mulai gelisah, islam
kembali lagi menjadi tumpuan harapan. Mereka membuat gerakan untuk melawan
Belanda namun gagal. Muncul harapan baru bagi ulama yang membuat organisasi di
perkotaan dengan ruang lingkup nasional. Penyebaran islamn yang dahulu hanya
dilaksanakan atas harapan yang berwatak religio-magisntelah diganti dengan
organisasi yang mempunyai ideology yang merupakan perumusan strategi dan
sistematis dari aspirasi islam. Dalam konteks ini islam merupakan peletak dasar
bagi nasionalisme Indonesia.
Terdapat berbagai pendapat pula
mengenai negeri asal pembawa agama serta kebudayaan Islam ke Indonesia. Ada
yang mengatakan bahwa kebudayaan dan agama Islam datang dari Arab, Persia, dan
India (Gujarat dan Benggala). Akan tetapi, para ahli menitikberatkan bahwa
golongan pembawa Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat (India Barat). Hal itu
diperkuat dengan bukti-bukti sejarah berupa nisan makam, tata kehidupan
masyarakat, dan budaya Islam di Indonesia yang banyak memiliki persamaan dengan
Islam di Gujarat. Pembawanya adalah para pedagang, mubalig, dan golongan
ahli tasawuf. Ketika Islam masuk melalui jalur perdagangan, pusat-pusat
perdagangan dan pelayaran di sepanjang pantai dikuasai oleh raja-raja daerah,
para bangsawan, dan penguasa lainnya, misalnya raja atau adipati Aceh, Johor,
Jambi, Surabaya, dan Gresik. Mereka berkuasa mengatur lalu lintas perdagangan
dan menentukan harga barang yang diperdagangkan. Mereka itu yang mula-mula
melakukan hubungan dagang dengan para pedagang muslim. Lebih-lebih setelah
suasana politik di pusat Kerajaan Majapahit mengalami kekacauan, raja-raja
daerah dan para adipati di pesisir ingin melepaskan diri dari kekuasaan
Majapahit. Oleh karena itu, hubungan dan kerja sama dengan pedagang-pedagang
muslim makin erat. Dalam suasana demikian, banyak raja daerah dan adipati
pesisir yang masuk Islam. Hal itu ditambah dengan dukungan dari
pedagang-pedagang Islam sehingga mampu melepaskan diri dari kekuasaan
Majapahit. Setelah raja-raja daerah, adipati pesisir, para
bangsawan, dan penguasa pelabuhan masuk Islam rakyat di daerah itu pun masuk
Islam, contohnya Demak (abad ke-15), Ternate (abad ke-15), Gowa (abad ke-16),
dan Banjar (abad ke-16). Proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan
Islam di Indonesia berlangsung secara bertahap dan dilakukan secara damai
sehingga tidak menimbulkan ketegangan sosial.
Cara penyebaran agama dan kebudayaan
Islam di Indonesia melalui berbagai saluran berikut ini.
1. Saluran Perdagangan
Saluran yang digunakan dalam proses islamisasi di Indonesia pada
awalnya melalui perdagangan. Hal itu sesuai dengan perkembangan lalu lintas
pelayaran dan perd- agangan dunia yang ramai mulai abad
ke-7 sampai dengan abad ke- 16, antara Eropa, Timur Tengah, India, Asia
Tenggara, dan Cina. Proses islami-sasi melalui saluran perdagangan ini
dipercepat oleh situasi politik beberapa kerajaan Hindu pada saat itu, yaitu
adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah
pusat di Majapahit. Pedagang-pedagang muslim itu banyak menetap di kota-kota
pelabuhan dan membentuk perkampungan muslim. Salah satu contohnya adalahPekojan.
2.Saluran perkawinan
Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin baik. Para pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para pedagang itu kemudian menikahi gadis-gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk Islam. Cara itu pun tidak mengalami kesulitan. Saluran islamisasi lewat perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila para saudagar atau ulama Islam berhasil menikah dengan anak raja atau adipati. Kalau raja atau adipati sudah masuk Islam, rakyatnya pun akan mudah diajak masuk Islam. Misalnya, perkawinan Maulana Iskhak dengan putri Raja Blambangan yang melahirkan Sunan Giri; perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ngampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon; perkawinan putri Adipati Tuban (R.A. Teja) dengan Syekh Ngabdurahman (muslim Arab) yang melahirkan Syekh Jali (Jaleluddin).
2.Saluran perkawinan
Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin baik. Para pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para pedagang itu kemudian menikahi gadis-gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk Islam. Cara itu pun tidak mengalami kesulitan. Saluran islamisasi lewat perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila para saudagar atau ulama Islam berhasil menikah dengan anak raja atau adipati. Kalau raja atau adipati sudah masuk Islam, rakyatnya pun akan mudah diajak masuk Islam. Misalnya, perkawinan Maulana Iskhak dengan putri Raja Blambangan yang melahirkan Sunan Giri; perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ngampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon; perkawinan putri Adipati Tuban (R.A. Teja) dengan Syekh Ngabdurahman (muslim Arab) yang melahirkan Syekh Jali (Jaleluddin).
3. Saluran Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah
bercampur dengan mistik dan hal-hal magis. Oleh karena itu, para ahli tasawuf
biasanya mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan menyembuhkan.
Kedatangan ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-13, yaitu masa
perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari Persia dan India yang sudah
beragama Islam.
Bersamaan dengan perkembangan tasawuf, para ulama dalam mengajarkan agama Islam di Indonesia menyesuaikan dengan pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada agama Hindu dan Buddha sehingga mudah dimengerti. Itulah sebabnya, orang Jawa begitu mudah menerima agama Islam. Tokoh-tokoh tasawuf yang terkenal, antara lain Hamzah Fansyuri, Syamsuddin as Sumatrani, Nur al Din al Raniri, Abdul al Rauf, Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar, dan Sunan Panggung.
4. Saluran Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam yang paling tua adalah pesantren. Murid-muridnya (santri) tinggal di dalam pondok atau asrama dalam jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya. Pengajarnya adalah para guru agama (kiai atau ulama). Para santri itu jika sudah tamat belajar, pulang ke daerah asal dan mempunyai kewajiban mengajarkan kembali ilmunya kepada masyarakat di sekitar. Dengan cara itu, Islam terus berkembang memasuki daerah-daerah terpencil. Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel di Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku (daerah Hitu). Raja-raja dan keluarganya serta kaum bangsawan biasanya mendatangkan kiai atau ulama untuk menjadi guru dan penasihat agama. Misalnya, Kiai Ageng Selo adalah guru Jaka Tingkir; Kiai Dukuh adalah guru Maulana Yusuf di Banten; Maulana Yusuf adalah penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Saluran Seni Budaya
Berkembangnya agama Islam dapat melalui seni budaya, misalnya seni bangunan (masjid), seni pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni sastra. Seni bangunan masjid, mimbar, dan ukir-ukirannya masih menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia–Hindu, seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Hal itu dapat dijumpai di Masjid Agung Demak, Masjid Sendang Duwur Tuban, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten, Masjid Baiturrahman Aceh, dan Masjid Ternate. Pintu gerbang pada kerajaan Islam atau makam orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi bentar dan kori agung. Begitu pula, nisan-nisan makam kuno di Demak, Kudus, Cirebon, Tuban, dan Madura menunjukkan budaya sebelum Islam. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam tidak meninggalkan seni budaya masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut memeliharanya. Seni budaya yang tetap dipelihara dalam rangka proses islamisasi itu banyak sekali, antara lain perayaan Garebek Maulud (Sekaten) di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.
Islamisasi juga dilakukan melalui pertunjukkan wayang yang telah dipoles dengan unsur-unsurIslam. Menurut cerita, Sunan Kalijaga juga pandai memainkan wayang. Islamisasi melalui sastra ditempuh dengan cara menyadur buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad ke dalam bahasa pergaulan (Melayu).
6. Saluran Dakwah
Gerakan penyebaran Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan peranan Wali Songo. Istilah wali adalah sebutan bagi orang-orang yang sudah mencapai tingkat pengetahuan dan penghayatan agama Islam yang sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan agama tersebut. Oleh karena itu, para wali menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga mendapat gelar Waliullah (orang yang sangat dikasihi Allah). Sesuai dengan zamannya, wali-wali itu juga memiliki kekuatan magis karena sebagian wali juga merupakan ahli tasawuf.
Para Wali Sanga yang berjuang dalam penyebaran agama Islam di berbagai daerah di Pulau Jawa adalah sebagai berikut.
Bersamaan dengan perkembangan tasawuf, para ulama dalam mengajarkan agama Islam di Indonesia menyesuaikan dengan pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada agama Hindu dan Buddha sehingga mudah dimengerti. Itulah sebabnya, orang Jawa begitu mudah menerima agama Islam. Tokoh-tokoh tasawuf yang terkenal, antara lain Hamzah Fansyuri, Syamsuddin as Sumatrani, Nur al Din al Raniri, Abdul al Rauf, Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar, dan Sunan Panggung.
4. Saluran Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam yang paling tua adalah pesantren. Murid-muridnya (santri) tinggal di dalam pondok atau asrama dalam jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya. Pengajarnya adalah para guru agama (kiai atau ulama). Para santri itu jika sudah tamat belajar, pulang ke daerah asal dan mempunyai kewajiban mengajarkan kembali ilmunya kepada masyarakat di sekitar. Dengan cara itu, Islam terus berkembang memasuki daerah-daerah terpencil. Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel di Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku (daerah Hitu). Raja-raja dan keluarganya serta kaum bangsawan biasanya mendatangkan kiai atau ulama untuk menjadi guru dan penasihat agama. Misalnya, Kiai Ageng Selo adalah guru Jaka Tingkir; Kiai Dukuh adalah guru Maulana Yusuf di Banten; Maulana Yusuf adalah penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Saluran Seni Budaya
Berkembangnya agama Islam dapat melalui seni budaya, misalnya seni bangunan (masjid), seni pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni sastra. Seni bangunan masjid, mimbar, dan ukir-ukirannya masih menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia–Hindu, seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Hal itu dapat dijumpai di Masjid Agung Demak, Masjid Sendang Duwur Tuban, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten, Masjid Baiturrahman Aceh, dan Masjid Ternate. Pintu gerbang pada kerajaan Islam atau makam orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi bentar dan kori agung. Begitu pula, nisan-nisan makam kuno di Demak, Kudus, Cirebon, Tuban, dan Madura menunjukkan budaya sebelum Islam. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam tidak meninggalkan seni budaya masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut memeliharanya. Seni budaya yang tetap dipelihara dalam rangka proses islamisasi itu banyak sekali, antara lain perayaan Garebek Maulud (Sekaten) di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.
Islamisasi juga dilakukan melalui pertunjukkan wayang yang telah dipoles dengan unsur-unsurIslam. Menurut cerita, Sunan Kalijaga juga pandai memainkan wayang. Islamisasi melalui sastra ditempuh dengan cara menyadur buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad ke dalam bahasa pergaulan (Melayu).
6. Saluran Dakwah
Gerakan penyebaran Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan peranan Wali Songo. Istilah wali adalah sebutan bagi orang-orang yang sudah mencapai tingkat pengetahuan dan penghayatan agama Islam yang sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan agama tersebut. Oleh karena itu, para wali menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga mendapat gelar Waliullah (orang yang sangat dikasihi Allah). Sesuai dengan zamannya, wali-wali itu juga memiliki kekuatan magis karena sebagian wali juga merupakan ahli tasawuf.
Para Wali Sanga yang berjuang dalam penyebaran agama Islam di berbagai daerah di Pulau Jawa adalah sebagai berikut.
- Maulana Malik Ibrahim
- Sunan Ampel
- Sunan Drajad
- Sunan Bonang
- Sunan Giri
- Sunan Kalijaga
- Sunan Kudus
- Sunan Muria
- Sunan Gunung Jati[3]
B.
Pengaruh masuknya islam di Indonesia
1.
Pengaruh Penyebaran Islam di Bidang Politik
Seperti yang kita tahu, penyebaran budaya Islam
di Indonesia berlangsung secara damai. Islam berkembang lewat perantaraan
bahasa Arab. Pada perkembangannya, terjadi proses saling pengaruh antara Islam
yang sudah terakulturasi dengan budaya lokal dengan Islam yang baru masuk dari
wilayah Timur Tengah. Maka dari itu pengaruh penyebaran Islam di bidang Politik
antara lain :
a.
Sistem pemerintahan masih berbentuk kerajaan
tetapi namanya berubah menjadi
Kesultanan.
b.
Raja berganti gelar Menjadi Sultan
c.
Para Pemimpinnya di sebut Khalifa
Adapun pengaruh yang dapat terlihat akibat perkembangan agama Islam di
Indonesia dalam bidang Sosial Politik Dalam bidang sosial politik, perkembangan agama
Islam membuat letak geografis kota-kota yang mejadi pusat kerajaan berada
diwilayah atau muara sungai yang besar seperti Samudera Pasai, Pidie, Aeh,
Demak, Banten, Ternate, Goa dan Makasar merupakan pusat kerajaan yang bercorak
maritime
Dengan demikian, masyarakatnya lebih menggantungkan kehidupan pada
perdagangan sementara untuk kekuatan militernya dititikberatkan pada angkatan
laut. Dari segi tata kota, umumnya ota-kota di atas terdiri dari tempat
peribadatan (masjid), pasar, tempat tinggal penguasa (kraton) serta perkampungan
penduduk. Perkampungan penduduk itu sendiri terbagi berdasarkan status social
ekonomi, keagamaan, kekuasaan dalam pemerintahan. Umumnya, perkampungan untuk
pedagang asing ditentukan oleh penguasa kota. Adapun perkampungan-perkampungan
yang ada diberi nama berdasarkan fungsi dalam pemerintahan. Dalam kehidupan
pendudukan, masyarakat kota-kota kerjaan Islam itu terbagi juga dalam
stratifikasi, yaitu sebagai berikut
1. Golongan raja dan
keluarga. Mereka ini adalah golongan penguasa. Umumnya, para penguasa Islam ini
menggunakan gelar sultan. Gelar sultan sendiri dipakai untuk pertama kali di
Indonesia oleh Sultan Malik As-Saleh.
2. Golongan elit, yaitu
kelompok lapisan atas. Mereka ini terdiri atas golongan tentara, ulama dan para
saudagar. Dalam golongan ini, kaum ulama merupakan kelompok yang menempati
peran yang sangat penting. Di antara mereka terdapat orang-orang yang dianggap
wali yang menjadi penasehat para sultan.
3. Golongan orang
kebanyakan. Mereka ini merupakan lapisan masyarakat yang terbesar. Golongan ini
dalam masyarakat Jawa disebut wong cilik. Mereka terdiri atas para pedagang,
petani, tukang, nelayan serta pejabat rendahan.
4. Golongan budak.
Mereka ini umumnya berkerja dilingkungan istana
maupun bangsawan. Umumnya mereka berkerja di lingkungan ini karena mereka tidak
mampu mebayar hutang dan tawanan perang. Dalam system birokrasi pemerintahan
Islam, seorang pemimpin negara juga merangkap
sebagai pemimpin agama.
2.
Pengaruh Penyebaran Islam di Bidang Sosial dan
Budaya
Hindu Budha lebih dulu masuk di Nusantara
daripada Islam, namun dengan mudahnya Islam dapat masuk dan membaur di antara
masyarakat Indonesia. Hal ini di karena kan Islam masuk secara damai, sehingga
kaum Pribumi dengan mudahnya dapat menerima ajara Islam. Akan tetapi karena
Kebudayaan yang berkembang di masyarakat Indonesia begitu kuat ,maka
berkembangnya kebudayaan islam tidak menggantikan atau memusnahkan kebudayaan
yang sudah ada. Hingga terjadilah Akulturasi Budaya, antara kebudayaan
Pra-Islam dengan Kebudayaan Islam.
Contoh Pengaruh Islam di bidang sosial dan
budaya:
a.
Seni Bangunan
Seni dan arsitektur bangunan islam di Indonesia
sangatlah unik dan akulturatif. Seni bangunan yang merupakan ciri khas Islam
adalah Masjid dan Makam.
1)
Masjid merupakan tempat ibadah bagi orang-orang
yang beragama islam. Bangunan masjid merupakan contoh akulturasi antara
kebudayaan islam dan kebudayaan nenek moyang. Oleh sebab itu masjid yang berada
di indonesia berbeda dengan masjid yang berada di negara lain. Contohnya adalah
bentuk nya yang menyerupai bangunan candi,yang merupakan budaya nenek moyang.
Selain itu masjid di indonesia jarang yang memiliki menara sebagai tempat
mengumandangkan adzan, hal ini karena di gantikan oleh bedhug atau kentongan sebagai
pertanda waktu sholat, baru kemudian adzan di kumandangkan.
2)
Makam adalah adalah lokasi dikebumikannya jasad
seseorang pasca meninggal dunia. Setelah pengaruh Islam, makam seorang
berpengaruh tidak lagi diwujudkan ke dalam bentuk candi melainkan sekadar
cungkup. Lokasi tubuh dikebumikan ini ditandai pula batu nisan. Nisan merupakan
bentuk penerapan Islam di Indonesia. Nisan Indonesia bukan sekadar batu,
melainkan terdapat ukiran penanda siapa orang yang dikebumikan
b.
Aksara
dan Seni Sastra
Dalam aksara Islam terkenal dengan tulisan
kaligrafi arab bahkan tulisan kaligrafi di abadikan dalam seni ukir. Dan dalam
seni sastra, islam meninggalkan beberapa jenis sastra,antara lain:
1)
Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita
sejarah ataupun dongeng,yang ditulis dalam bentuk karangan atau prosa.
Contohnya: Hikayat Iskandar Zulkarnain,Hikayat si Miskin,Hikayat 1001 Malam.
2)
Suluk merupakan karya sastra yang berupa
kitab-kitab dan isinya menjelaskan tasawufnya. Contohnya : Suluk sukarsa, Suluk
Wujil, dan Suluk malang sumirang.
3.
Kesenian
a.
Wayang pertunjukan wayang sudah ada dejak zaman
Hindu-Budha ,akan tetapi pada zaman islam kesenian ini terus di kembangkan
sebagai sarana untuk berdakwah. Kemudian dari cerita Amir Hamzah muncullhah
Wayang Golek.
b.
Permainan Debus merupakan tarian yang pada
puncak acara, para penari menusukan benda tajam ketubuhnya tanpa meninggalkan
luka. Tarian ini di awali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Al-Quran dan
Sholawat Nabi.[4]
Pada abad ke 7 islam belum menyebar luas secara seluruh penjuru
Nusantara, karena pengaruh agama budha masih memegang peranan dikerajaan
sriwijaya terutama dalam kehidupan sosial, politik, perekonomian, dan
kebudayaan. Dalam kondisi seperti ini pedagang-pedagang islam memanfaatkan
politiknya dengan mendukung daerah-daerah yang muncul dan menyatakan diri
sebagai kerajaan yang bercorak islam. Mereka tidak hanya membangun perkampungan
pedagang yang bersifat ekonomis, tapi juga membentuk strukturpemerintahan yang
dikehendaki. Misalnya kerajaan samudra pasai abad ke-13 muncul karena dukungan
komunitas muslim, juga tidak terlepas dari melemahnya kondisi politik kerajaan
sriwijaya yang kurang mampu mengendalikan dan menguasai daerahnya.
Dengan ini menunjukan bahwa
islam, baik sebagai kekuatan sosial, agama maupun sebagai kekuatan
sosial-politik, pertama-tama memperlihatkan dirinya dinusantara ini adalah di
negri Perlak. Dari negri inilah, pertamakali islam memancar ke plosok tanah air
Indonesia. Kerajaan islam perlak terus hidupmerdeka sampai dipersatukannya
dengan kerajaan samudra Pasai pada zaman pemerintahan sultan Muhammad Malik
AD-Dzair ibn Al-Malik ash-Soleh. Samudra pasai merupakan kerajaan yang menjadi
dasar negarahnya islam ahlu sunnah wal jamaah. Negri ini makmur dan kaya
didalamnya telah terdapat sistem pemerintahan yang teratur, seperti terdapatnya
angkatan tentara laut dan darat. Negri ini merupakan pusat setudi agama islam
dan tempat berkumpul ulama-ulama dari berbagai negri islam untuk berdiskusi
berbagai masalah keagamaan dan keduniawian.[5]
Penyebaran islam dipulau jawa disebarkan oleh para wali sembilan,
sebagaian besar dari wali tersebut dikenal dengan nama tempat kediamannya atau
tempat makamnya seperti sunan gunung jati dan sunan kali jaga. Pada abad ke-16
dapat dikatakan bahwa islam telah menyebar merata diseluruh plosok tanah air
dan bersamaan itu kristen aliran katolik menyebarkan misionarinya.[6]
DAFTAR
PUSTAKA
Putri
Nursadrina Fildzasari. 2004. Pengaruhpenyebaran islam di Indonesia. http://bloggerputripunya.blogspot.co.id/2014/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
(Diakses 30 maret 2017 pukul 09:30)
(Diakses 30 maret 2017 pukul 09:30)
Sunanto,
Musyarifah. Sejarah Peradapan Islam
Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2012.
Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: PUSTAKA SETIA. 2008.
Suryandari. Sejarah untuk
SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2007.
Yudi Prahara, Erwin. MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Ponorogo:
STAIN Po
PRESS, 2009.
[1] Suryandari.. Sejarah
untuk SMA/MA Kelas XI (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional, 2007), 32-35.
[2] Musyarifah
Sunanto, Sejarah Peradapan Islam
Indonesia (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), 22-24.
[3] Suryandari.
2007. Sejarah untuk
SMA/MA Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional
[4] Putri
Nursadrina Fildzasari. 2004. Pengaruhpenyebaran
islam di Indonesia. http://bloggerputripunya.blogspot.co.id/2014/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
(Diakses 30 maret 2017 pukul 09:30)
(Diakses 30 maret 2017 pukul 09:30)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar